Dekat di Mata Dekat di Hati

2016-09-09_23-31-40

Siang itu tiba-tiba saya tersentak bangun dan melihat jam dinding menunjukkan pukul 13.30. Ya ampun, saya terlambat! Segera saya bangkit dari tempat tidur dan menyiapkan bekal makan siang Salsa, putri sulung saya. Sekitar dua jam yang lalu Danisha rewel mengantuk sehingga saya harus segera menidurkannya. Namun sebagaimana yang sering terjadi saat seorang ibu menidurkan bayinya, yaaa…ibunya ikut tertidur deh. Entahlah, hari itu mata saya terlalu berat untuk dibuka. Mungkin akibat malam sebelumnya saya sempat begadang ngetik. Hahaha…risiko! Ya sudah, namanya telanjur ngantuk yaaa…tidur. Saya jarang mengabaikan alarm tubuh saya kok. Enjoy aja. 😀

Bergegas saya memasukkan bekal makan siang ke dalam tasnya. Biasanya sih, saya mengantarkan bekal ke sekolah sekitar jam 12.00-an. Tapi hari itu saya mendapat nikmat tertidur sehingga saya terlambat mengantar bekal. Segera saya mengambil secarik kertas stick note dan menuliskan pesan:

Dear my Belle,

I fell asleep so I’m late giving you the lunch.

I’m sorry.

Love,

Mom

Tulisan itu saya sisipkan ke dalam tas bekal. Setiba di sekolah, saya menitipkan bekal makan siang yang terlambat itu kepada salah satu staf TU. Setidaknya nanti sebelum mengawali kegiatan ekskul, Salsa masih sempat menikmati makan siangnya yang terlambat. Maafin Bunda ya, Sayang.

“Bunda, tahu nggak, tadi teman-temanku pada baca note yang Bunda tulis di bekalku,” celoteh Salsa sepulang sekolah sore itu.

“Oh, ya? Siapa aja yang baca?” tanya saya merespons.

“Semua lah. Hani, Fani, April sama Via. Mereka bilang: ‘Wah, so sweet! Bunda kamu asyik banget, sih. Mau dong tukeran Bundanyaaa…’ Aku bilang: ‘Ih, enggak mauuu!’ Enak aja,” kisahnya panjang lebar dengan wajah penuh ekspresi.

Saya terdiam mendengar penuturan Salsa barusan. Ada perasaan aneh yang tiba-tiba menjalar di relung hati. Entah mengapa saya enggak merasa gembira dianggap sebagai Bunda yang asyik. Justru saya prihatin dengan komentar itu. Bukankah itu berarti mereka memiliki orangtua yang enggak asyik? Bukankah itu berarti mereka enggak punya kedekatan emosional dengan orangtuanya? Bukankah masih ada orangtua yang berkomunikasi dengan anaknya hanya berupa larangan dan perintah? Bukankah masih ada orangtua yang merasa jaim untuk bercanda dengan anaknya sendiri? Bukankah masih ada anak yang merasa enggak betah hidup di rumahnya sendiri? Bukankah seharusnya hubungan anak dan orangtua itu tak hanya dekat di mata namun juga harus dekat di hati? Bukankah anak punya hak untuk hidup bahagia bersama orangtuanya? Bukankah masih banyak pekerjaan yang harus dibenahi oleh para orangtua dalam rangka mendidik, mengajar, merawat dan mengasuh anak-anak mereka sendiri?

Berjuta tanda tanya itu membuat isi kepala saya semakin penuh. Refleks tangan saya memeluk Salsa. Erat. Saya bersyukur memilikinya. Dialah anak yang paling pengertian akan kondisi apapun dalam rumah tangga kami. Dari kalimatnya, saya juga tahu bahwa dia bersyukur memiliki ibu seperti saya. Memiliki saya sebagai ibunya. Ibu yang masih jauh dari kriteria sempurna. Ibu yang masih banyak belajar mengenal karakter anak-anaknya. Ibu yang tak mampu mengerjakan seluruh pekerjaan domestik dengan tepat waktu. Ibu yang tak sempurna.

Tapi dia menerima ketidaksempurnaan saya. Dia menerima segala teguran dan omelan yang saya layangkan padanya di saat-saat tertentu. Tentu saja saat dia berada di koridor yang salah sehingga saya harus segera meluruskannya. Teguran dan omelan yang menjadi wujud kepedulian saya terhadapnya. Pahit didengar memang tapi di situlah letak kasih sayang saya padanya. Hal yang terkadang sulit dia pahami namun suatu saat pasti dia akan mengerti semua ini.

Dan sama halnya penerimaan saya terhadapnya. Salsa yang acap kali mengeluhkan warna sawo matang kulitnya saat membandingkan dengan warna kulit saya selalu menuai ucapan yang sama dari saya.

“Bunda enggak peduli mau warna kulitmu gelap atau terang, kamu tetap anak Bunda yang paling istimewa. Dan Bunda tetap mencintaimu apa adanya.”

Lalu pelukan yang mengakhiri hal itu. Saya selalu ingin dekat di mata dan dekat di hatinya. Saya bahagia dan bangga memiliki Salsa.

Memiliki anak artinya memiliki tanggung jawab. Tanggung jawab apa saja? Ya, standard sih, sebagian besar orangtua juga udah tahu lah. Tapi boleh lah kita bahas sama-sama di sini, ya. Sekalian saling mengingatkan gitu kalo-kalo ada poin yang tertinggal di sini. Sekalian juga ini jadi self reminder buat saya. Yuk, kita telaah bersama tanggung jawab yang diemban orangtua terhadap anaknya.

1. Nafkah

Anak tercukupi kebutuhan sandang, pangan dan papannya. Anak juga harus berpendidikan sehingga kewajiban orangtualah menyediakan biaya pendidikan. Anak juga harus terjamin kesehatannya. Di mana di kala anak sakit maka orangtua lah yang merawatnya hingga sembuh atau setidaknya men-support akses berobat sesuai kebutuhan.

2. Perlindungan

Perlindungan secara fisik jelas masuk di poin papan. Anak juga berhak mendapatkan perlindungan secara non fisik di mana dia memperoleh suasana home sweet home di dalam rumah.

3. Kasih sayang

Anak bukan benda mati. Jadi tunjukkan aksi dan reaksi sebagai makhluk sosial yang memiliki perasaan. Touch your kid’s heart then you win anything.

4. Quality time

Coba selalu luangkan waktu sesibuk apapun aktifitas kita. Ciptakan suasana yang menyenangkan penuh keterbukaan agar mewujudkan kedekatan. Orangtua yang dekat dan terbuka akan melahirkan anak-anak yang jujur. Tentunya kejujuran ini di atas segalanya kan, ya?

5. Role model

Anak selalu membutuhkan sosok figur yang dapat dicontohnya, yang diidolakannya. Pastikan  kita sebagai orangtua selalu menjaga tutur kata dan perilaku. Sebagaimana buah jatuh tak jauh dari pohonnya, anak adalah peniru yang ulung. Lihat saja, kita pasti pernah dong menangkap sebuah momen saat anak kita berbicara seperti nada kita bahkan juga cara berjalan dan cara mengekspresikan amarahnya. Mirip banget sama kita! Entah mirip ayahnya maupun ibunya. Tapi itulah cara anak mendapatkan suri tauladannya. Menjadi copy cat!

 Itulah poin-poin tanggung jawab orangtua terhadap anaknya versi saya. Mungkin Teman-teman ada yang mau menambahkan? Langsung di kolom komentar, ya. ^^

Lots of Love,

Frida Herlina

 

 

 

 


2 thoughts on “Dekat di Mata Dekat di Hati

Leave a reply to Ayaa Cancel reply